Senin, 03 Mei 2010

PAPER PENGARUH REAKSI OKSIDASI TERHADAP STABILITAS MINYAK SAWIT DALAM PROSES PENGGORENGAN

Hai Teman - teman Mahasiswa Teknologi Pangan semua. Hari ini baru sempat sharing tugas-tugas kuliah yang sudah dibuat selama semester ini. Mengingat di arena browsing lewat Mbah Google dan Tante Wikipedia aku rasa cukup sulit menemukan referensi mengenai bahan tugas di jurusan tercintaku yaitu teknologi industri pertanian (TIP) dengan berbagai mata kuliahnya yang bikin pusing tujuh putaran, tapi tidak apa, terlepas dari itu semua adalah proses pembelajaran yang harus aku jalani. Baiklah sekarang waktunya kututup semester tiga di FTP Universitas Udayana ini walau dengan IP turun 0,05 dari IP semester 2 yaitu 3,52 dan membagikan beberapa tugas kuliah untuk sahabat TIP seluruh dunia. Ayo.. ikut semangat memajukan TIP..
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

TUGAS MATA KULIAH SATUAN OPERASI
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN
TAHUN 2009


OLEH:


Kelompok IV
Anggota :
I Km. Eka Putera Wiratnyana (0811105003)
Ni Made Ayuk Puspita Dewi (0811105014)
Made Arif Sukmawan (0811205001)
A.A. I. Diah Permata Sari (0811205005)


BAB I
PNDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi manusia dalam mengolah bahan – bahan pangan. Minyak goreng sebagai media penggoreng sangat penting dan kebutuhan akan minyak goreng tersebut relatif tinggi. Penggunaan minyak berkali – kali akan sangat membahayakan bagi kesehatan. Karena minyak yang telah dipakai berulang kali berpotensi mengalami oksidasi, polimerisasi dan reaksi lain yang dapat mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang digoreng. Menggunakan minyak yang tergolong rusak akan mempengaruhi kenampakan, bau ataupun cita rasa dari makanan yang digoreng tersebut. Selain itu minyak goreng yang telah teroksidasi berdampak buruk pada kesehatan, karena dapat menyebabkan kanker ataupun kerusakan pada organ tubuh. Minyak goreng nabati biasa diproduksi dari minyak sawit, kelapa, jagung dll.
Minyak Sawit merupakan bahan yang tidak hanya digunakan dalam produk makanan seperti dalam pembuatan margarin, shortening, biskuit, es krim dan minyak goreng, akan tetapi juga dimanfaatkan untuk produk-produk non- makanan seperti dalam pembuatan sabun, detergen, kosmetika, dan lain-lain. Untuk dapat memanfaatkan Minyak Sawit perlu dilakukan beberapa tahap proses pengolahan Minyak Sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yaitu : refining, bleaching dan deodorizing (RBD) sehingga dihasilkan Minyak Sawit RBD. Akan tetapi proses RBD ini menimbulkan kerugian pada Minyak Sawit yang dihasilkan. Proses ini dapat merusak senyawa antioksidan yang secara alami terdapat pada Minyak Sawit Akibat kerusakan ini Minyak Sawit RBD rentan terhadap Reaksi Oksidasi(Hui,1996). oksidasi terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam lemak tak jenuh yang terkandung dalam minyak. Pengaruh oksidasi dalam proses penggorengan sangat besar. Oksidasi pada minyak dapat munurunkan tingkat kestabilan minyak itu sendiri.
Bertolak dari hal tersebut, penulis mengangkat judul “Pengaruh Reaksi Oksidasi terhadap Stabilitas Minyak Sawit dalam Proses Penggorengan”.

1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana stabilitas minyak sawit terhadap reaksi oksidasi dalam proses penggorengan?
2. Apa pengaruh oksidasi terhadap penampakan warna pada minyak sawit ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui stabilitas minyak sawit terhadap reaksi oksidasi dalam proses penggorengan.
2. Mengetahui pengaruh oksidasi terhadap penampakan warna pada minyak sawit

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Sawit

2.2 Komposisi Minyak Sawit

2.3 Oksidasi

2.5 Penggorengan


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengaruh Oksidasi terhadap Stabilitas Minyak Sawit dalam Proses Penggorengan
Pengaruh oksidasi terhadap stabilitas minyak sawit dlm proses penggorengan yaitu timulnya bau tengik dari minyak sawit itu sendiri. Dalam Ketaren, 2008, reaksi oksidasi merupakan salah satu penyebab ketengikan minyak ( Oxidative Rancidity ). Proses oksidasi dapat terjadi pada suhu kamar, dan selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi, misalnya dalam proses penggorengan. Hasil oksidasi lemak dalam bahan pangan tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau tidak enak, tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi, karena kerusakan vitamin ( karoten dan tokoferol ) dan asam lemak esensial dalam lemak. Ketengikan terjadi bila komponen cita rasa dan bau yang mudah manguap terbentuk sebagai akibat dari kerusakan oksidatif dari lemak atau minyak tak jenuh. Minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng pada suhu tinggi atau dipakai secara berulang-ulang akan menjadi hitam dan proses oksidasi akan menumpuk (Almaster, 2001). Perubahan warna pada minyak juga menunjukkan kestabilan minyak uang telah menurun. Warna gelap ini disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Penyebab utama warna minyak adalah suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu pemanasan dengan cara hidrolik atau ekspeller, sehingga sebahagian minyak teroksidasi. Timbuknya buih pada saat penggorengan juga merupan petunjuk turunya stabilitas minyak.

3.2 Pengaruh Oksidasi pada Penampakan Warna Minyak Sawit
Minyak sawit umumnya berwarna warna pada minyak kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang mendapat perhatian khusus, karena minyak kelapa sawit mengandung warna-warna yang tidak disukai oleh konsumen. Menurut Ketaren. S, warna dalam minyak kelapa sawit terdiri dari dua golongan yaitu :
1. warna alamiah.
2. warna akibat oksidasi

Warna alamiah
Yang termasuk golongan warna alamiah, ini adalah warna yang terdapat secara alamiah didalam kelapa Sawit, dan ikut terekstraksi bersama minyak pada proses ekstraksi. Warna alamiah tersebut terdiri dari beberapa Zat warna antara lain terdiri dari α-karoten, β-karoten, xanthopil, kloropil dan antosianin. Zat- zat warna tersebut menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah - merahan.
Pigmen berwarna kuning disebabkan oleh karoten yang larut didalam minyak. Karoten merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten tersebut juga berikut terhidrogenasi sehingga intensitas warna kuning berkurang
Karetonoid bersifat tidak stabil pada asam , dan suhu tinggi dan jika minyak dialiri uap panas, maka Warna kuning akan hilang, dan karetonoid juga bersifat asseptor proton.

Warna akibat oksidasi
Warna gelap ini disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat kloroifil yang berwarna hijau turut terekstraksi bersama minyak, dan klorofil tersebut sulit dipisahkan dari minyak.
Warna gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan, yang disebabkan beberapa faktor yaitu :
1. Suhu pemanasan Yang terlalu tinggi pada waktu pengesan dengan cara hidrolik atau ekspeller, sehingga sebahagian minyak teroksidasi. Disamping itu minyak yang terdapat dalam suatu bahan dalam keadaan panas akan mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam bahan tersebut..
2. Pengapresan bahan yang mengandung minyak dengan suhu yang tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang lebih gelap.
3. Ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organik tertentu , misalnya campuran pelarut petroleum - benzen akan menghasilkan minyak dengan. warna lebih merah dibandingkan dengan minyak yang diekstraksi dengan pelarut triklor etilen , benzol dan heksan.
4. Logam seperti Fe , Cu dan Mn akan menimbulkan warna- yang tidak diingini dalam minyak.

BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Simpulan

1. Pengaruh oksidasi terhadap stabilitas minyak sawit dalam proses penggorengan yaitu timulnya bau tengik dari minyak sawit itu sendiri selain itu jugaditunjukkan dengan adanya perubahan warna dan timbulnya buih yang menandakan stabilitas minyak sawit menurun.
2. Pengaruh oksidasi pada penampakan warna minyak sawit yaitu timbulnya Warna gelap.Warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Warna gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan, yang disebabkan beberapa factor, yaitu :
1. Suhu pemanasan Yang terlalu tinggi pada waktu pengesan dengan cara hidrolik atau ekspeller, sehingga sebahagian minyak teroksidasi,
2. Pengapresan bahan yang mengandung minyak dengan suhu yang tinggi,
3. Ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organik tertentu,
4. Logam seperti Fe , Cu dan Mn akan menimbulkan warna- yang tidak diingini dalam minyak.

DAFTAR PUSTAKA


Allorerung, David, dkk. 2008. Peluang Kelapa Untuk Pengembangan Produk Kesehatan. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.

Grossweiner, L.I.2000.Singlet Oxygen:Generation and Properties, J. Photobiol. Edu., Chicago USA.

Herawati ,dkk. 2006. Kinerja (Bht) Sebagai Antioksidan Minyak Sawit Pada Perlindungan Terhadap Oksidasi Oksigen Singlet.Surabaya: Kampus ITS Keputih

Ketaren. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.

Liedias, F. & Hansberg, W. 2000.Catalase Modification as a Marker for Singlet Oxygen :Methods Enzymol., 319, Academic Press, New York, pp. 110-119.

Min, D.B. & Boff, J.M.2002, Chemistry and Reaction of Singlet Oxygen in Foods Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety, 1, pp 58-64.

Nurhida, Pasaribu. 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Penyusun, Tim. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit. Jakarta : Dinas Perindustrian.

Penulis PS, Tim.2001. Kelapa Sawit.Jakarta: Penebar Swadaya.

Winarno. 2002. Pangan Gizi. Jakarta: Gramedia.

 --------------------------------------------------

Senin, 13 Juli 2009

AGRITECH UDAYANA WALL MAGAZINE COMPETITION 2009



Lomba Majalah Dinding se-Bali 2009 (update)

Oleh : Panitia HUT XXV dan BK XV Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
Tema : Lestarikan Keragaman Kuliner Indonesia
Kategori : SMA/SMK seluruh Bali

Ketentuan :

1. Terbuka untuk pelajar SMA/SMK negeri dan swasta se-Bali

2. Tiap sekolah dapat mengirim lebih dari satu tim. Tim terdiri dari enam orang jurnalis.

3. Panitia menentukan jenis rubrik dan topik wajib untuk penerbitan yaitu :

1 rubrik : Laporan Utama , mengenai salah satu kuliner Indonesia yang patut dilestarikan.
1 rubrik : Profil Lembaga. mengenai Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.
Contoh Jenis Rubrik dan Judul :
Laporan Utama : Pizza Tertawa, Nasi Sela Menangis
Profil Lembaga : Ayo Lebih Dekat Dengan FTP !

4. Peserta wajib mengikuti pertemuan teknik yang dilaksanakan pada :
hari/tanggal : Senin, 3 Agustus 2009,
waktu : 09.00 wita,
tempat : Lantai III Perpustakaan Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali.
Keterangan : Diwakilkan oleh tiga orang jurnalis, diharapkan membawa sarana peliputan berita.

5. Pengerjaan Mading dilakukan di sekolah masing-masing dan dikumpul pada saat lomba pada:
hari/tanggal : Senin, 31 Agustus 2009,
waktu : 08.30 wita
tempat : Gedung GA Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali.

6. Pendaftaran dapat dilakukan :

1. Di Museum Lukisan Sidik Jari,
Alamat : Jl. Hayam Wuruk No 175, Denpasar. Dibuka dari hari Senin- Sabtu,
Jam 9.00-15.00. Paling Lambat 3 Agustus 2009 (pada saat pertemuan teknik).
2. Via pos atau Fax
Alamat : Jalan Kampus Bukit Jimbaran, Gedung GA, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.
Fax : 0361 ( 701801 )
3. Email : gungdiah_thata@yahoo.com
Keterangan :
Biaya pendaftaran : Rp 100.000 tiap tim
Pembayaran pendaftaran via pos, fax, dan email dapat dilakukan pada saat pertemuan teknik dengan menyebutkan nama tim, nama ketua redaksi, dan asal sekolah.

7. Panitia menetapkan Juara I,II,III, Laporan Utama Terbaik, Profil Lembaga Terbaik, dan Artistik Terbaik. Tiap Pemenang berhak atas piagam dan bingkisan dari sponsor.


Memperebutkan Piala Wali Kota Denpasar
Total Hadiah : Rp 2.000.000

o Contact Person :
A.A.Istri Diah Permata Sari (ketua) 0817347321
I Dewa Ayu Md. Dwiastuti (sekretaris) 081916205288
Denah Museum Lukisan Sidik Jari
Denah Perpustakaan Universitas Udayana

Kamis, 28 Mei 2009

TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN LINGKUNGAN

SIKLUS SULFUR

Protein tidak hanya disusun dari CdanN, tetapi beberapa protein pentingdan Co-enzimA yang digunakan untuk memproduksi energy dalam respirasi, juga mengandung Sulfur (S).

Tanaman tidak saja tidak dapat mengkonversi N2 tetapi juga 2S. 􀃆tergantung bakteri chemoautotrophic yang mengoksidasi unsure S sulfat:

2S + H2O + 3O2􀃆2H2SO4

Begitu berbentuk sulfat (2H2SO4), tanaman dapat memetabolisme S kedalam protein.

Siklus sulfur merupakan siklus yang memiliki kesamaan proses dengan siklus phosphor. Seperti phospat, anion sulfat dapat diserap oleh tanah, yang hasilnya dapat dimanfaatkan. Banyak sulfur dalam tanaman adalah reduksi dari C-S-H , Tetapi kandungan dalam bentuk bebas SO42- dan dalam bentuk campuran kimia sangat sulit diidentifikasi. Dan siklus sulfur seperti halnya siklus nitrogen merupakan suatu siklus oksidasi dan reduksi dari sulfur

Gas belerang oksida atau sering ditulis dengan SOx, terdiri dari gas SO2 dan gas SO3 yang keduanya mempunyai sifat berbeda. Gas SO2 berbau sangat tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas SO3 bersifat sangat reaktif. Gas SO3 mudah bereaksi dengan uap air yang ada di udara untuk membentuk asam sulfas atau H2SO4. Asam sulfat ini sangat reaktif, mudah bereaksi (memakan) benda-benda lain yang mengakibatkan kerusakan, seperti proses pengkaratan (korosi) dan proses kimiawi lainnya. Konsentrasi gas SO2 di udara akan mulai terdeteksi oleh indera manusia

(tercium baunya) manakala konsentrasinya berkisar antara 0,3 – 1 ppm.
Hanya sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfer merupakan hasil dari aktivitas manusia, dan kebanyakan dalam bentuk SO2 . Sebanyak dua pertiga dari jumlah sulfur di atmosfer berasal dari sumber-sumber alam seperti volcano, dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Masalah yang ditimbulkan oleh polutan yang dibuat manusia adalah dalam hal distribusinya yang tidak merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu, bukan dari jumlah keseluruhannya, sedangkan polusi dari sumber alam biasanya lebih tersebar merata.

Transportasi bukan merupakan sumber utama polutan SOx tetapi pembakaran bahan bakar pada sumbernya merupakan sumber utama polutan SOx, misalnya pembakaran batu arang, minyak bakar, gas, kayu dan sebagainya.

Pembakaran bahan-bahan yang mengandung sulfur akan menghasilkan kedua bentuk sulfur oksida, tetapi jumlah relatif masing-masing tidak dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia. Meskipun udara tersedia dalam jumlah cukup, SO2 selalu terbentuk dalam jumlah terbesar. Jumlah SO2 yang terbentuk dipengaruhi oleh kondisi reaksi, terutama suhu dan bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SOx.
Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai berikut :
Daur Belerang (Sulfur)

Sulfur terdapat dalam bentuk sulfat anorganik. Sulfur direduksi oleh bakteri menjadi sulfida dan kadang-kadang terdapat dalam bentuk sulfur dioksida atau hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida ini seringkali mematikan mahluk hidup di perairan dan pada umumnya dihasilkan dari penguraian bahan organik yang mati.Tumbuhan menyerap sulfur dalam bentuk sulfat (SO4).

Perpindahan sulfat terjadi melalui proses rantai makanan, lalu semua mahluk hidup mati dan akan diuraikan komponen organiknya oleh bakteri. Beberapa jenis bakteri terlibat dalam daur sulfur, antara lain Desulfomaculum dan Desulfibrio yang akan mereduksi sulfat menjadi sulfida dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S). Kemudian H2S digunakan bakteri fotoautotrof anaerob seperti Chromatium dan melepaskan sulfur dan oksigen. Sulfur di oksidasi menjadi sulfat oleh bakteri kemolitotrof seperti Thiobacillus.

Bakteri dan jamur mengurai bahan-bahan anorganik di dalam tanah lalu melepaskan pospor kemudian diambil oleh tumbuhan.
Sulfur yang ada di udara hanya sepertiga yang merupakan hasil aktivitas manusia, dan kebanyakan dalam bentuk SO2, sedangkan duapertiga dari jumlah sulfur di udara berasal dari sumber-sumber alam seperi volkano dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida.

Udara yang tercemar Sulfur Oksida (SOx) menyebabkan manusia akan mengalami gangguan pada sistem pernafasannya. Hal ini karena gas SOx yang mudah menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan, dan saluran nafas yang lain sampai ke paru-paru. Serangan gas SOx tersebut menyebabkan iritasi pada bagian tubuh yang terkena.
Pengaruh utama polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi sistem pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau lebih, bahkan pada beberapa individu yang sensitive iritasi terjadai pada konsentrasi 1-2 ppm. SO2 dianggap polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada sistem pernafasan dan kardiovaskular.

Sulfur dioksida (SO2) bersifat iritan kuat pada kulit dan lendir, pada konsentrasi 6-12 ppm mudah diserap oleh selaput lendir saluran pernafasan bagian atas, dan pada kadar rendah dapat menimbulkan spesme tergores otot-otot polos pada bronchioli, speme ini dapat menjadi hebat pada keadaan dingin dan pada konsentrasi yang lebih besar terjadi produksi lendir di saluran pernafasan bagian atas, dan apabila kadarnya bertambah besar maka akan terjadi reaksi peradangan yang hebat pada selaput lendir disertai dengan paralycis cilia, dan apabila pemaparan ini terjadi berulang kali, maka iritasi yang berulang-ulang dapat menyebabkan terjadi hyper plasia dan meta plasia sel-sel epitel dan dicurigai dapat menjadi kanker.


Sumber:
Fardiaz, Polusi Air dan Udara, 1992
Soemirat, Epidemiologi Lingkungan, 2002Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, 2001
PROPOSAL PKMI

KUNYIT SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PENGAWET ALAMI

Oleh :

A.A. Istri Diah Permata Sari
NIM 0811205005

Jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
Bukit Jimbaran

2009
________________________

ABSTRAK

Selama ini masyarakat Indonesia diresahkan oleh berbagai masalah bahan tambahan makanan terutama pengawet makanan. Beberapa produsen makanan menggunakan bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan, seperti formalin dan boraks. Back to nature! Itulah gerakan yang seharusnya kita lakukan sekarang. Dari berbagai penelitian para ahli terbukti, bahan-bahan pengawet makanan alami yang bisa menggantikan formalin tersedia melimpah di alam. Bahan pengawet juga tersedia di dapur. Bumbu makanan seperti bawang putih, cabe merah, lengkuas, kunyit, hingga jahe, diyakini memiliki kemampuan sebagai pengawet. Umumnya bahan makanan bersifat mudah rusak (perishable). Produk makanan yang dibiarkan dalam jangka waktu lama akan mengalami perubahan-perubahan fisiologis yang disertai perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi. Kerusakan pangan tersebut merupakan akibat perubahan-perubahan fisiologis tersebut. Penyebab lain kerusakan bahan adalah akibat mikroorganisme semacam bakteri, jamur dan cendawan. Mikroorganisme itu dapat menyerang makanan dan menyebabkan pembusukan. Pengawetan adalah suatu teknik atau tindakan yang dipergunakan oleh manusia pada suatu bahan sedemikian rupa hingga bahan tersebut tidak mudah mengalami kerusakan, dapat mempertahankan mutu, mempermudah penanganan serta penyimpanan dan menghindari keracunan.
Tujuan penulisan karya tulis ini terutama untuk mensosialisasikan kunyit sebagai bahan pengawet alami yang tidak berbahaya bagi kesehatan kepada masyarakat umum. Selama ini masyarakat Indonesia diresahkan oleh berbagai masalah bahan tambahan makanan terutama pengawet makanan. Beberapa produsen makanan menggunakan bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan, seperti formalin dan boraks. Bahan-bahan pengawet makanan alami yang bisa menggantikan formalin tersedia melimpah di alam, misalkan saja kunyit. Kandungan kurkuminoid dalam kunyit yang terdiri atas senyawa kurkumin yang merupakan zat warna kuning pada kunyit mempunyai aktivitas biologis bersprektum luas, diantaranya anti bakteri dan antioksidan. Minyak atsiri kunyit memberikan efek antimikroba, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan makanan. Minyak atsiri pada kunyit terbukti bersifat membunuh bakteri golongan Bacillus cereus, B. subtilis, dan B. megaterium serta mampu menghambat pertumbuhan sel vegetatif bacillus dan menghambat pertumbuhan sporanya.
Kesimpulan yang dapat diambil mengenai cara kerja kunyit sebagai bahan pengawet adalah sangat sederhana, yaitu senyawa kurkumin secara efektif menghambat degradasi, yakni proses pemecahan protein menjadi molekul-molekul sederhana (seperti asam amino). Pemecahan inilah yang menyebabkan sel-sel membusuk yang disebabkan oleh metabolisme mikroba. Dan ekstrak kunyit dapat memperlambat metabolisme mikroba.
Agar masyarakat lebih memahami dan tidak resah lagi mengenai bahan tambahan pangan maka perlu adanya sosialisasi bagi masyarakat mengenai bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan, dan sosialisasi mengenai bahan pengawet alami yang tidak berbahaya bagi kesehatan. Serta perlunya koordinasi pemerintah mengawasi produk makanan agar tidak menggunakan bahan tambahan makanan yang berbahaya bagi kesehatan
Mengingat objek dan masalah dalam karya tulis ini, maka dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode library research atau studi pustaka. Oleh karena itu, penulisan karya ilmiah ini dilakukan berdasarkan atas hasil studi terhadap beberapa bahan pustaka yang relevan, seperti skripsi mengenai penggunaan kunyit dan pustaka lain yang berhubungan dengan penggunaan kunyit sebagai alternative bahan pengawet yang aman untuk dikonsumsi.

Kata kunci : kunyit, pengawet alami
____________________________
DAFTAR PUSTAKA


Agus Krisno Budiyanto, M. Kes. Drh. H. Moch. 2001. Dasar - Dasar Ilmu Gizi. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang

Herlinda Dwiyantini, Ni Made. 2005. Pengaruh Penambahan Kunyit ( curcuma domestica Val. ) Dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Mikrobiologis Dan Organoleptik Urutan ( Studi Sosis Bali Terfermentasi ). Skripsi. Fakultas teknologi Pertanian Universitas Udayana, Denpasar.

Rismunandar. 1996. Budidaya Kunyit. CV. Sinar Baru, Bandung.

Rukmana, R. 1994. Kunyit. Konisius, Jakarta.

Winarto, W. P. 2004. Khasiat Dan Manfaat Kunyit. Agromedia Pustaka, Jakarta
TUGAS PAPER PENGANTAR TEKNOLOGI PERTANIAN

PROSES PENGERINGAN SALE PISANG DI DESA SANTONG, LOMBOK UTARA

Oleh :

A.A. Istri Diah Permata Sari
NIM 0811205005

Jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
Bukit Jimbaran
2009
_____________________________________

RINGKASAN

Pisang merupakan salah satu komoditas buah unggulan Indonesia. Disamping untuk konsumsi segar, beberapa kultivar pisang di Indonesia juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri olahan pisang misalnya sale pisang. Desa Santong terletak di Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat merupakan daerah penghasil pisang terbesar di Pulau Lombok dengan produk olahan utama sale pisang.

Sale merupakan jenis makanan tradisional Indonesia yang dibuat dari buah pisang matang yang diawetkan dengan cara pengeringan sampai tingkat kadar air tertentu, sekitar 17-18 persen. Penulisan paper ini bertujuan untuk mengetahui proses pengeringan sale pisang Desa Santong . Paper ini juga diharapkan dapat memperluas pikiran dan wawasan masyarakat mengenai pengeringan sale pisang secara tradisional. Penulisan paper ini menggunakan metode library research atau studi pustaka. Data yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah data sekunder yang diperoleh dari beberapa literatur melalui metode studi pustaka.

Hasil analisis data menunjukkan Proses pengeringan Sale pisang Desa Santong dilakukan dengan cara pengeringan tradisional yaitu menggunakan sinar matahari. Proses pengeringan sale pisang Santong dilakukan selama 5 hari setelah pisang dipotong dan diasapkan. Pisang dijemur di bawah sinar matahari di atas rak/ bilik Bilik yang berada pada ketinggian tertentu dari permukaan tanah membuat udara sekitar masuk melalui saluran yang dibuat lebih rendah daripada bilik pemanasan dan secara otomatis terpanaskan oleh sinar matahari secara konveksi pada saat udara tersebut mengalir menuju bilik pemanasan. Udara yang telah terpanaskan oleh sinar matahari kemudian masuk kedalam bilik dan memanaskan pisang. Pengeringan bahan makanan jadi lebih efektif karena pemanasan yang terjadi berasal dari dua arah, yaitu dari sinar matahari secara langsung (radiasi) dan aliran udara panas dari bawah (konveksi).

Proses pengeringan bertujuan mengurangi kandungan air dan untuk meminimalkan biaya distribusi bahan makanan karena makanan yang telah dikeringkan akan memiliki berat yang lebih rendah dan ukuran yang lebih kecil. Rendahnya kadar air akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme, sehingga akan memperpanjang daya awet sale. Sale Pisang Santong yang cukup kering dan dikemas baik awet disimpan hingga 5-6 bulan tanpa mengalami perubahan flavor, warna, atau cita rasa.

Keuntungan dari proses pengeringan adalah pisang menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga menghemat ruang pengangkutan dan mempermudah pengemasan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transport. Kandungan gizi yang menonjol dari sale pisang akibat proses pengeringan adalah mineral (terutama kalsium, fosfor, dan zat besi) serta vitamin terutama A, B, dan C. Menurunnya kadar air pada sale akibat proses pengeringan menyebabkan mineral menjadi semakin terkonsentrasi, sehingga jumlahnya per satuan berat yang sama menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pisang segar.
___________________________________________________
DAFTAR PUSTAKA


Agus Krisno Budiyanto, M. Kes. Drh. H. Moch. 2001. Dasar - Dasar Ilmu Gizi. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang

Sudjatha,Wisaniyasa,Ni Wayan.2001. Pengantar Teknologi Pangan.Universitas Udayana,Denpasar.

Winarno,F.G.,S.Fardiaz, dan D. Fardiaz.1980.Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia, Jakarta.

www.digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jip

www.wikipedia.org/wiki/Subang,_Kuningan

http://legitmanis.blogspot.com/2009/04/manfaat-pisang-sale.html

http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_tknprcss_pisang.php

www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=6&doc=6d45

http://id.88db.com/id/Knowledge/Knowledge_Detail.page/Food_Beverage/?kid=2119&lang=en-us

http://www.kompas.com/kesehatan.kompas.com/read/xml/2008/08/17/pisang.sebagai.buah.kehidupan
TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN LINGKUNGAN

Contoh Penerapan Pengolahan Limbah Padat Dengan Metode 4R + 1C :

REDUCE, REUSE, RECYCLE, RECOVERY, COMPOSTING

1. Reduce/ pengurangan : menggunakan input yang lebih sedikit / mengurangi penggunaan bahan-bahan yang bisa merusak lingkungan, melakukan efisiensi atas pengunaan bahan baku dan energi, bahan bakar, atau lainnya demi menjaga kelestarian lingkungan.


Contoh : restoran cepat saji menggunakan piring dari kertas tidak menggunakan stryrofoam lagi, swalayan menyediakan tas belanjaan dari kain untuk mengurangi pencemaran plastik.


2. Reuse/mengunakan kembali : berarti pemakaian kembali, tanpa melalui proses yang dapat merubah bentuk barang.


Contoh : mengumpulkan koran bekas untuk dijadikan bungkusan makanan atau barang, furniture rusak diperbaiki, dicat kembali,dijual kembali, memberikan baju-baju bekas kita ke anak yatim piatu, industri minuman kemasan menggunakan kemasan botol agar dapat dicuci dan digunakan lagi, menggunakan air kemasan gallon yang dapat diisi ulang/ ditukarkan untuk dipakai lagi.


3. Recycle/Duar Ulang : mendaur ulang barang yang sudah tidak dapat dipakai diolah menjadi bahan baku atau barang yang bermanfaat.

Contoh : Kantong plastik bocor oleh pabriknya diolah menjadi biji plastik lagi dan dibuat ember/gayung, sampah tas kresek diolah menjadi tas anyaman plastilk oleh industri kerajinan tangan, serbuk gergaji oleh pabrik furniture dijual ke industri boneka horta, ranting kayu dijual ke industry kerajinan dibuat menjadi barang bernilai seni seperti kap lampu dan patung antik.


4. Recovery/memperbarui : mengumpulkan kembali hasil sampingan / sisa produksi untuk diolah kembali menjadi bermanfaat.


Contoh : Pabrik sosis ayam menjual kaki ayam ke industri krupuk ceker ayam, Pabrik kornet sapi menjual kaki sapi ke restoran sup kikil sapi dan industry makanan anjing, pabrik perhiasan/ aksesoris dari sisik ikan membeli sisik ikan dari Industri pemotongan ikan.


5. Composting/ pengomposan : adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik.


Contoh limbah padat bahan baku kompos: Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan, peternakan sapi menghasilkan limbah padat berupa kotoran sapi. limbah padat diproses menjadi pupuk organik (Fine Compost) yang dimanfaatkan untuk tanaman di persawahan ataupun di lahan kering, Kolam ikan, di samping menghasilkan ikan, juga menghasilkan lumpur kolam untuk bahan pembuatan kompos. Dengan demikian tidak ada limbah yang terbuang langsung ke lingkungan

Senin, 25 Mei 2009

TUGAS MATA KULIAH SATUAN PROSES

Dehidrasi Bahan Pangan


Pengeringan / dehidrasi makanan merupakan pengawetan makanan yang paling berkembang saat ini. Tujuan utama dari pengeringan makanan adalah untuk menurunkan jumlah air atau kadar air yang terdapat pada bahan-bahan mentah, dimana kadar air dan air merupakan titik utama untuk pertumbuhan mikroorganisme (bakteri, kamir, dan kapang) dan reaksi kimia (pengrusakan oleh senyawa kimia) yang tidak dapat dihindari selama penyimpanan makanan. Pengeringan menghilangkan kadar air, pengerutan makanan, dan pengurangan ukuran sehingga akan menjadikan produk lebih ringan dan mudah untuk disimpan (Wagner et al., 1995).
Pada prinsipnya pengawetan dan pengolahan dengan kadar air adalah pemanfaatan panas / dingin dengan media udara, yang mengakibatkan penguapan kadar air pada bahan pangan sehingga bahan pangan kadar airnya turun/kering.
Contohnya:

- Dehidrasi ( pengeringan dengan mengatur iklim pada lingkungan mikro atau ruangan)pemanfaatan panas atau dingan dengan media udara,penguapan kadar air pada bahan pangan, pengeringan bahan pangan atau kadar air turun.
Dehidrasi kering menggunakan sinar matahari (pengeringan menggunakan unsure-unsur matahari),denagn alat pengering (pengeringan menggunakan sumber pemanas buatan)
Dehidrasi beku (pengeringan dengan menggunakan suhu dingin dengan menggunakan kondisi vakum pada tekanan tertentu).

A. Sinar Matahari :
Pengeringan menggunakan unsur2 matahari
Memerlukan tempat yang luas
Memerlukan waktu yang lama
Kontaminasi
Fermentasi
Biaya lebih murah
Kadar gula lebih baik

B. ALAT PENGERING :
Pengeringan menggunakan sumber pemanas buatan
Memerlukan tempat yang sedikit
Memerlukan waktu yang lebih pendek
Tidak terkontaminasi
Tidak terjadi fermentasi
Biaya lebih mahal
Kualitas lebih baik

Menurut Rahman dan Perera (1999), secara umum metode pengeringan pangan diklasifikasikan menjadi pengeringan termal, dehidrasi osmotis dan dehidrasi dengan pengeluaran air secara mekanis. Pengeringan termal menerapkan panas pada kondisi terkendali untuk menguapkan sebagian besar kandungan air bahan. Medium pengering yang digunakan dapat berupa udara (pengeringan adiabatis), cairan atau padatan. Pada pengeringan osmotis, digunakan larutan untuk menarik air keluar dari bahan seperti misalnya larutan gula (glukosa, fruktosa, dll) dan garam (natrium-klorida). Pengeluaran air secara mekanis dilakukan dengan menggunakan gaya fisik, sehingga terjadi pemisahan antara padatan dan cairan, misalnya dengan cara sentrifugasi.
Pengeringan memberikan manfaat lain yang penting selain melindungi pangan yang mudah rusak. Pengurangan air menurunkan bobot dan memperkecil volume pangan sehingga biaya pengangkutan dan penyimpanan. Pengeringan juga memudahkan penanganan, pengemasan, pengangkutan dan konsumsi. Selam pengeringan terjadi perubahan fisik dan kimiawi yang semuanya tidak diinginkan.

Pengeringan Beku ini merupakan salah satu cara dalam pengeringan bahan pangan. Pada cara pengeringan ini semua bahan pada awalnya dibekukan, kemudian diperlakukan dengan suatu proses pemanasan ringan dalam suatu lemari hampa udara. Kristal-kristal es ini yang terbentuk Selama tahap pembekuan, menyublim jika dipanaskan pada tekanan hampa yaitu berubah secara langsung dari es menjadi uap air tanpa melewati fase cair. Ini akan menghasilkan produk yang bersifat porous dengan perubahan yang sangat kecil terhadap ukuran dan bentuk bahan aslinya. Karena panas yang digunakan sedikit, maka kerusakan karena panas juga kecil dibandingkan dengan cara-cara pengeringan lainnya. Produk yang bersifat porous dapat direhidrasi dengan cepat didalam air dingin.

Dalam pengeringan beku, perpindahan panas ke daerah pengeringan dapat dilakukan oleh konduksi atau pemancaran atau oleh gabungan kedua cara ini. Pengawasan laju pindah panas sangat penting adalah perlu untuk menghindari pencairan es dan dengan demikian laju pindah panas harus cukup rendah untuk menjamin hal ini. Selain itu , untuk melakukan proses pengeringan dalam waktu yang masuk akal, laju pindah panas haruslah setinggi mungkin. Untuk mencapai pengeringan yang aman, perhatian yang utama ditujukan dalam perencanaan peralatan pengeringan beku dan efisien. Faktor lain yang perlu diperhatikan bahwa suhu permukan tidak boleh sedemikian tinggi karena akan menyebabkan kerusakan bahan pangan pada permukaannya (Earle, 1969).

Pengertian lainnya tetntang pengeringan beku, air dihilangkan dengan mengubahnya dari bentuk beku (es) ke bentuk gas (uap air) tanpa melalui fase cair-fase yang disebut sublimasi. Pengeringan beku dilakukan dalam hampa udara dan suhu sangat rendah. Pengeringan beku ini menghasilkan produk terbaik, terutama karena pangan tidak kehilangan banyak aroma dan rasa atau nilai gizi. Namun, proses ini mahal karena memerlukan suhu rendah maupun tinggi dan keadaan hampa udara. Penggunaan cara ini hanya dibenarkan jika panga sangat peka terhadap panas, dan produk yang diperoleh harus memenuhi standar gizi yang tinggi (WHO, 1988).

Secara keseluruhan pengeringan beku lebih baik dari pada pengeringan konvensional karena menjag kandungan gizi, cita rasa, aroma, dan stabilitas penyimpanan yang sangat baik.
Perbedaan dehidrasi beku dan konvesional dapat dilihat sebagai berikut :

Dehidrasi konvensional :
-Berhasil baik bagi bahan pangan yang mudah dikeringkan, misalnya buah-buahan
-Umumnya daging tidak memuaskan
-Pengolah kontinu
-Umumnya suhu yang digunakan 1000F dan 2000F
-Biasanya pada tekanan atmosfer
-Waktu pengeringan pendek, biasanya kurang dari 12 jam
-Penguapan air dari permukaan bahan pangan
-Partikel kering padat-Densitas lebih tinggi dari bahn pangan yang asli
-Bau sering kali abnormal
-Biasanya warna lebih gelap-Rehidrasi lambat, biasanya tidak sempurna
-Cita rasa abnormal
-Stabilitas penyimpanan baik, cenderung menjadi gelap dan tengik
-Biaya umumnya rendah, sekitar 2sampai 7 sen dolar per pond air yang diuapkan

Dehidrasi beku :
-Berhasil baik bagi kebanyakan bahan pangan
-Berhasil baik terhadap produk-produk hewan yang dimasak atau mentah
-Pengolahan tidak kontinu
-Suhu yang digunakan cukup rendah unutk mencehah pencairan
-Tekanan yang digunakan dibawah 4 mm Hg
-Waktu pengeringan umumnya antara 12 dan 24 jam
-Hilangnya air melalui sublimasi dari perbatasan zona kristal-kristal es yang abadi.
-Partikel kering porous
-Densitas lebih rendah dari pada bahan pangan yang asli
-Bau asli-Warna asli
-Rehidrasi dapat cepat, sempurna
-Citarasa asli
-Stabilitas penyimpanan sangat baik
-Biaya umumnya sangat tinggi, empat kali lebih besar dari dehidrasi konvesional

Dehidrasi akan menurunkan tingkat aktivitas air (water activity ( aw) yaitu jumlah air yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya), berat dan volume pangan. Prinsip utama dari dehidrasi adalah penurunan kadar air untuk mencegah aktivitas mikroorganisme. Pada banyak produk, seperti sayuran, terlebih dahulu dilakukan proses pengecilan ukuran (misalnya diiris) sebelum dikeringkan. Pengecilan ukuran akan meningkatkan luas permukaan bahan sehingga akan mempercepat proses pengeluaran air. Sebelum dikeringkan, bahan pangan sebaiknya diblansir untuk menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan perubahan warna pangan menjadi coklat.

Pengeringan dengan cara penjemuran dibawah sinar matahari merupakan suatu metode pengeringan tertua. Proses penguapan air berjalan lambat, sehingga pengeringan dengan cara penjemuran hanya dilakukan didaerah yang iklimnya panas dan kering. Bahan yang dijemur mudah terkontaminasi melalui polusi dan binatang seperti tikus dan lalat. Metode pengeringan lainnya telah dikembangkan oleh industri pangan, dan biasanya cocok untuk digunakan pada produk pangan tertentu. Contoh :

Pengeringan semprot (spray drying) cocok digunakan untuk pengeringan bahan pangan cair seperti susu dan kopi (dikeringkan dalam bentuk larutan ekstrak kopi). Cairan yang akan dikeringkan dilewatkan pada suatu nozzle (semacam saringan bertekanan) sehingga keluar dalam bentuk butiran (droplet) cairan yang sangat halus. Butiran ini selanjutnya masuk kedalam ruang pengering yang dilewati oleh aliran udara panas. Evaporasi air akan berlangsung dalam hitungan detik, meninggalkan bagian padatan produk dalam bentuk tepung.
Pengering model terowongan (tunnel drying), udara panas dihembuskan melewati produk didalam ruang pengering yang berbentuk terowongan. Contoh produk yang dikeringkan dengan cara ini adalah potongan sayuran kering.